Pengertian Filsafat
• Istilah ‘filsafat’ secara
etimologis merupakan padanan kata falsafah (Arab) dan philosophy (Inggris) yang berasal
dari bahasa Yunani filosofia (philosophia).
• Kata philosophia merupakan kata majemuk
yang terususun dari kata philos atau philein yang berarti kekasih,
sahabat, mencintai dan kata sophia yang berarti
kebijaksanaan, hikmat, kearifan, pengetahuan.
§ Dengan demikian philosophia secara harafiah berarti
mencintai kebijaksanaan, mencintai hikmat atau mencintai pengetahuan.
§ Cinta mempunyai pengertian
yang luas. Sedangkan kebijaksanaan mempunyai arti yang bermacam-macam yang
berbeda satu dari yang lainnya.
§ Istilah philosophos pertama
kali digunakan oleh Pythagoras.
•Ketika Pythagoras ditanya,
apakah engkau seorang yang bijaksana?
•Dengan rendah hati
Pythagoras menjawab, ‘saya hanyalah philosophos, yakni orang yang
mencintai pengetahuan’.
§Ada tiga pengertian
filsafat, yaitu:
Filsafat dalam arti proses
dan filsafat dalam arti produk.
Filsafat sebagai ilmu atau
metode dan filsafat sebagai pandangan hidup
Filsafat dalam arti
teoritis dan filsafat dalam arti praktis.
> Pancasila dapat
digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, sebagai pandangan hidup, dan
dalam arti praktis.
> Ini berarti Filsafat Pancasila mempunyai fungsi dan
peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan
dalam kehidupan sehari-hari, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi
bangsa Indonesia.
Filsafat Pancasila
§ Pancasila sebagai
filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi
substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila.
§ Filsafat Pancasila
dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan
rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa,
dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan
menyeluruh.
§ Pancasila dikatakan
sebahai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang
mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita, yang dituangkan
dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani).
§ Filsafat Pancasila
memberi pengetahuan dan penngertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasla
(Notonagoro).
Pancasila sebagai sistem filsafat dapat
dilakukan dengan cara deduktif dan induktif.
§Cara deduktif yaitu dengan
mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis
menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif.
§Cara induktif yaitu dengan
mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya, dan menarik
arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.
Pancasila yang
terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Yang dimaksud sistem
adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama
untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
utuh.
Sila-sila Pancasila
yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan
organis. Artinya, antara sila-sila Pancasila itu saling berkaitan, saling
berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Pemikiran dasar yang terkandung
dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia yang berhubungan dengan Tuhan,
dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan masyarakat bangsa yang nilai-nilai itu dimiliki oleh
bangsa Indonesia.
> Dengan demikian
Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang berbeda dengan
sistem-sistem filsafat lainnya, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme,
liberalisme, komunisme dan sebagainya.
+ Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan
utuh. Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila
lainnya terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.
+ Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat
digambarkan sebagai berikut:
Sila 1, meliputi,
mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
Sila 2, diliputi, didasari,
dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;
Sila 3, diliputi, didasari,
dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5;
Sila 4, diliputi, didasari,
dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5;
Sila 5, diliputi, didasari,
dijiwai sila 1,2,3,4.
•Inti sila-sila Pancasila meliputi:
> Tuhan, yaitu sebagai kausa prima
> Manusia, yaitu makhluk individu
dan makhluk sosial
> Satu, yaitu kesatuan memiliki
kepribadian sendiri
> Rakyat, yaitu unsur mutlak
negara, harus bekerja sama dan gotong royong
> Adil, yaitu memberi keadilan
kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.
1.Landasan Ontologis
Pancasila
§ Ontologi, menurut
Aristoteles adalah ilmu yang meyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada,
keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika.
§ Masalah ontologis
antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah realitas yang ada tampak ini
suatu realitas sebagai wujudnya, yaitu
benda? Apakah ada suatu rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang tampak
pada makhluk hidup? Dan seterusnya.
§ Bidang ontologi
menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda,
alam semesta (kosmologi), metafisika.
§ Secara ontologis,
penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila.
§ Pancasila yang
terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri
sendiri-sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis.
§ Dasar ontologis
Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut
sebagai dasar antropologis.
Subyek pendukung pokok dari
sila-sila Pancasila adalah manusia.
§ Hal tersebut dapat
dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil
dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial
pada hakikatnya adalah manusia.
§ Sedangkan manusia
sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal
yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan
rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial
serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara
hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya.
(lihat Notonagoro, 1975: 53).
§ Hubungan kesesuaian
antara negara dan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan
sebab-akibat:
2.Landasan Epistemologis Pancasila
§ Negara sebagai
pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal
hubungan.
§ Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat 2.Landasan Epistemologis Pancasila
§ Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.
§ Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan.
§ Epistemologi adalah ilmu tentang ilmu atau teori terjadinya ilmu atau science of science.
§ Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
1.Tentang sumber pengetahuan manusia;
2.Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
3.Tentang watak pengetahuan manusia.
3.Landasan Aksiologis Pancasila
§ Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
§ Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori.
§ Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
§ Nilai (value dalam Inggris) berasal dari kata Latin valere yang artinya kuat, baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan.
Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary of sosiology an related science). Nilai itu suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek.
Ada berbagai macam teori tentang nilai.
Max Scheler mengemukakan bahwa nilai ada tingkatannya, dan dapat dikelompokkan menjadi empat tingkatan, yaitu:
1)Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat nilai yang mengenakkan dan nilai yang tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita.
2)Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan, seperti kesejahteraan, keadilan, kesegaran.
3)Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini misalnya, keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4)Nilai-nilai kerokhanian: dalam tingkat ini terdapat moralitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi. (Driyarkara, 1978)
Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan kelompok:
1)Nilai-nilai ekonomis: ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli.
2)Nilai-nilai kejasmanian: membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan badan.
3)Nilai-nilai hiburan: nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan.
4)Nilai-nilai sosial: berasal mula dari pelbagai bentuk perserikatan manusia.
5)Nilai-nilai watak: keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan.
6)Nilai-nilai estetis: nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni.
7)Nilai-nilai intelektual: nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran.
8)Nilai-nilai keagamaan
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam,, yaitu:
1)Nilai material, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia.
2)Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakana kegiatan atau aktivitas.
3)Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani yang dapat dibedakan menjadi empat macam:
a) Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia.
b) Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (aesthetis, rasa) manusia.
c) Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, karsa) manusia.
d) Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
b) Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (aesthetis, rasa) manusia.
c) Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, karsa) manusia.
d) Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Pengakuan, penerimaan dan pernghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas sebagai Manusia Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar